Menang Tanpa Merendahkan Lawan

YSPB batch Mei 173

Dalam sebuah pertandingan, tak seorangpun menyukai kekalahan. Di dunia politikpun demikian, semuanya ingin agar jagoannya menang. Mungkin sobat Generaksi pernah ngerasain betapa “nyesek-nya” ketika jagoan politikmu pada ajang pilpres ataupun pilkada kalah. Beban kecewa tersebut terkadang harus diperberat dengan olok-olok dari kompetitor kita. “Kubu sebelah ada yang kejang-kejang, bentar lagi kena stroke”. Padahal dunia olah raga telah mengajarkan pentingnya bersikap sportif. Di akhir pertandingan tinju, setelah wasit mengangkat tangan si pemenang pertandingan, kedua petinju berpelukan. Tak perlu membebani pihak yang kalah dengan kalimat negatif.
Dalam falsafah Jawa, terdapat ungkapan “Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake”. Istilah Menang tanpa Ngasorake secara harafiah bisa diartikan sebagai “Menang tanpa merendahkan”, yang secara mendalam bisa dimaknai sebagai “Kita bisa tetap menang tanpa harus merendahkan pihak lawan”. Sebuah falsafah kearifan lokal yang sangat luhur dan relevan untuk diterapkan pada jaman ini.
Menurut laman psychologytoday.com, Dr. Andrew Newberg, M.D. dan Mark Robert Waldman menyatakan bahwa penggunaan perkataan negatif bisa berdampak buruk bagi otak dan kesehatan kita. Ketika otak dipindai dibawah alat FMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging), ternyata hanya karena seseorang mendengar kata “Tidak!”, otak akan langsung melepaskan lusinan hormon penghasil stress dan neurotransmitter. Bahkan, hanya melihat daftar kata-kata negatif beberpa detik, akan membuat mereka sangat cemas ataupun merasa lebih buruk. Semakin direnungkan, struktur kalimat yang buruk akan semakin merusak pembacanya.
Bagaimana dengan berita-berita politik yang kamu baca di media sosial? Portal berita formal memiliki aturan yang baku dalam mengemas berita. Mereka harus menggunakan kalimat yang sopan, berimbang dan tidak mendiskreditkan pihak manapun. Ironisnya, justru komentar netizen yang sering tak terkontrol. Makian, umpatan, dan kata-kata kasar sering menyertai sebuah berita politik. Bahkan oknum netizen tertentu sengaja bergabung dengan grup pendukung rival politiknya yang ternyata tujuannya semata-mata hanya untuk membuat grup rival politiknya jengkel dengan unggahannya yang provokatif.
Setelah pilpres, bahkan setelah presiden terpilih dilantik, media sosial akan penuh berita politik yang bisa “digoreng” untuk mendukung ataupun menyerang politisi tertentu. Sebagai generasi yang peduli persatuan bangsa, kita bisa meminimalisir kalimat negatif di media sosial. Hindarilah kata-kata negatif seperti “Mampus loe!”, “Kubu sebelah kebakaran jenggot”, “Dasar Cebong/Kampret!” ataupun kalimat negatif yang lain. Meski pihak rival kita tetap melakukannya, kita tak harus menjadi sama seperti mereka. Sebaliknya, komentar simpatik, seharusnya justru akan membuat lawan semakin respect pada kalian.

A bad wound heals, a bad word doesn’t”

– PEPATAH PERSIA –

01 Social Media Civil War

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
– SOEKARNO –

YSPB batch Mei 172

Walau berjasa dalam menjaga keamanan dunia, tim superhero The Avengers dinilai telah membahayakan publik. Banyak korban sipil berjatuhan selama mereka beraksi. Akibatnya The Avengers dituntut untuk tunduk dibawah pengawasan PBB. Tony Stark alias Ironman menyetujui tuntutan itu, namun Steve Rogers alias Captain Amerika menolak. Perbedaan sikap para pentolan The Avengers inilah yang mengakibatkan grup superhero itu terpecah. Kubu pendukung Steve berperang melawan kubu pendukung Stark. Itulah inti cerita dari film Captain America : Civil War(2016). Di akhir cerita, anggota tim The Avengers benar-benar terpecah. Padahal persatuan antar anggota Avengers sangat dibutuhkan untuk menghadapi musuh berbahaya seperti Thanos.
Secara bebas, Civil War bisa diterjemahkan sebagai “perang saudara”. Sebuah perang yang nggak seharusnya terjadi, karena yang jadi korban adalah saudara kita sendiri. Dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, sangat wajar jika penduduk Indonesia punya perbedaan pandangan politik. Mengacu pada pilpres 2019 lalu, fenomena “civil war” juga terasa di medsos. Walau bukan perang fisik, namun adu opini antar pendukung pasangan capres Jokowi – Amin, dan capres Prabowo – Sandi tetap terasa dampaknya. Fenomena ”civil war” yang sama sebenarnya telah terjadi sejak pilpres 2014 yang memuncul kan penyebutan istilah “kampret” bagi pendukung Prabowo – Hatta, dan “Kecebong” bagi pendukung Jokowi-JK.
Disadari atau nggak, nyebutin suatu individu/golongan dengan kata ganti binatang(kampret, kecebong) bisa dikategorikan sebagai olok-olok. Entah dari mana dan siapa yang memulainya, olok-olok tersebut sebenarnya nggak perlu terjadi. Ketimbang saling mencaci, masing-masing pendukung mestinya bisa adu argumentasi secara lebih elegan. Memang ada oknum-oknum dari kedua kubu yang bersikap secara nggak pantas(nyebarin hoaks, fitnah, hate speech), namun pendukung yang “waras” mestinya nggak perlu nanggapin dengan cara yang sama.
Paska pilpres 2014, polarisasi antar pendukung capres masih tetap berlangsung. Akankah hal ini terulang lagi paska pilpres 2019? Sampai kapankah para pendukung capres nomor 1 dan nomor 2 akan terus melakukan “social media civil war”? Mestinya setelah pesta demokrasi usai, kedua pendukung bisa menanggalkan atribut nomor 1 dan nomor 2, serta menggantinya dengan nomor 3, yaitu sila ke tiga dari Pancasila “Persatuan Indonesia”. Presiden dari pendukung yang menang akan menjadi presiden yang wajib mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, termasuk pendukung presiden yang kalah. Pihak yang kalah, tetap bisa beroposisi secara bermartabat untuk mengontrol kinerja pemerintahan. Dengan demikian, persatuan dan kesatuan kita akan lebih mudah dirajut. Jangan lakukan pada orang lain, apa yang engkau tak ingin orang lakukan kepadamu. Jangan beropini pada netizen lain dengan cara yang kamu nggak ingin netizen lakukan kepadamu.

“Don’t do unto others,
what you don’t want others to do unto you”

– CONFUCIUS –

UNITY IN GENERAKSI 07: Berbeda Tapi Tetap Satu IndONEsia

Unity in Generaksi 07

Biarpun bidak2x catur warna(putih, hitam, kuningku, coklat) Dan fungsinya(pion, menteri, kids, gajah, benteng) berbeda-beda, tapi jika disatukan bisa membentuk formasi kata “one”. Indonesia kaya akan budaya, suku, kepercayaan, ataupun seni. Tidak seperti bidak-bidak catur tadi, Kita adalah manusia yang memiliki pikiran Dan kehendak. Untuk bisa tetap bersatu di tengah perbedaan Dan kemajemukan ini memang banyak tantangan.

Maha Patih Gajah Mada yang yg hidup di era Majapahit(1268 Saka/ 1336 Masehi) pernah menghadapi tantangan serupa. Gajah Mada bersumpah, yang kurang lebih isinya bahwa Maha Patih tersebut tidak akan menikmati buah palapa jika seluruh wilayah nusantara bersatu di bawah otoritas kerajaan Majapahit(sumpah palapa). Saat ini Kita memiliki semboyan Bhinneka Tinggal Eka, yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap Satu” yang terpampang pada lambang negara Kita Pancasila. Sudah sepantasnyalah Kita menjaga ideologi tersebut Demi persatu Dan kesatuan di Negara Kita
#komikgeneraksi
#komikindonesia
#generaksi
#bhinnekatunggalika
#perbedaandalampersatuan
#umityindiversity

GENERAKSI SMART 07: Jejak Digital

Jejak Digital

SEKEJAM ITUKAH JEJAK DIGITAL? “Jejak digital memang kejam Jenderal”, begitu bunyi sejumlah unggahan yang beredar di media sosial.
Secara umum “jejak digital” adalah segala konten(audio, video, graphic, texts) yang diunggah oleh netizen melalui media online, termasuk media sosial. Pemilik media sosial bebas mengunggah konten apapun yang diinginkannya, namun dia tidak bebas dari konsekuensinya. Siapa menabur angina menuai badai, siapa mengunggah hoaks dan fitnah di media online, akan “dicyduk” apparat.
Sobat Generaksi, kita belum tahu masa depan seperti apa yang akan kita hadapi. Mengingat banyak kasus netizen yang tersandung jejak digital, maka sebaiknya kalian berhati-hati dalam mengunggah konten.
Bagi netizen biasa, bikin unggahan negatif sekali-dua kali mungkin belum segera kalian rasakan dampaknya. Namun apa yang terjadi 4-5 tahun mendatang ketika kalian sudah mulai terkenal, punya kerjaan, dan menjadi public figure, bahkan menjadi kontestan pilkada dan pilpres? wah bisa-bisa jejak-jejak digital kalian dimanfaatin pihak lawan untuk menjatuhkan kalian.
Jangan salah lho, dalam berpolitik “negative campaign” tuh masih diperbolehkan dalam pertarungan politik, karena lawan menyerang kelemahan kalian menggunakan fakta dan data yang nyata. Yang nggak boleh tuh smear campaign, yaitu menyerang pihak lawan dengan cara fitnah, menggunakan data dan fakta yang tidak akurat.

Jadi, mumpung kita masih mudah, belum terlambat kok untuk mengunggah konten positif, supaya di masa mendatang kalian nggak akan tersandung jejak digital.
“Jejak digital memang kejam, tapi jari kitalah yang membuatnya menjadi begitu”

Salam Generaksi
#komikgeneraksi #komikindonesia #generaksi #literasimedia #jejakdigital #jejakdigitalmemangkejam #nkrihargamati #iloveindonesia

UNITY IN GENERAKSI 06: Social Media Trashbag Challenge

Social Media Trash Bag Challenge 01

Social Media Trash Bag Challenge 02

Hallo sobat Generaksi. Masih ingat tentang fenomena Trash bag challenge? Sebuah tantangan kepada netizen untuk lebih mencintai bumi dengan cara membersihkan sampah. Gerakan sempat ini diviralkan melalui social media dengan cara membandingkan foto suatu lokasi yang sebelumnya(before) terlihat banyak sampah, serta sesudahnya(after) yang terlihat bersih karena sampah-sampah tadi sudah dibersihkan dan dimasukkan ke dalam kantong sampah(trash bag). Gerakan ini positif banget, siapa sih yang suka melihat sampah bertebaran di sekitar kita. Sampah-sampah tadi sangat mengganggu kesehatan dan merusak pemandangan.
Bagaimana dengan dunia maya di sekitar kita? Gak nyaman banget kan kalau banyak sampah digital(hoaks, hate speech, fitnah). Jadi biar kesehatan pikiran kita tetap terjaga baik, jangan biarkan sampah-sampah digital tersebut bertebaran di linimasa media social kita. Pastikan konten yang kalian share hanyalah konten yang benar-benar bermanfaat bagi sesama.

Salam Generaksi.
#komikgeneraksi #generaksi #generaksiindonesia #indonesiabebashoax #stophatespeech #komikindonesia #stophoax #trashbagchallenge #socialmediatrashbagchallenge

GENERAKSI SMART 06: Tidak Semua Masalah Bisa Digeneralisasi

Generaksi Smart 06

Hallo sobat generaksi, setiap orang pasti punya MASALAH. Dan pasti masalah kita berbeda dgn masalah orang lain. Salahkah kita jika ingin menyelesaikan MASALAH kita dgn CARA KITA, karena kadang JALAN KELUAR yg ditawarkan orang lain belum tentu sesuai bagi kita. Jangan rendahkan orang lain karena memilih jalan keluar yg berbeda. Gak penting jika kita gak sepakat, yg penting dgn ketidaksepakatan itu ada saling menghargai dan menjaga hubungan baik.

#pemiludamai #nkrihargamati #generaksismart #persatuanindonesia

GENERAKSI SMART 05:Opini Mayoritas

Generaksi Smart 05

Hallo sobat Generaksi, pernah denger nama Elisabeth Noelle-Neumann?
Beliau tuh ilmuwan ilmu social yang pernah mengemukakan Teori bernama “Spiral of Silence”.
Teori ini menganggap bahwa media(media mainstream) akan cenderung lebih banyak memberikan perhatian pada opini mayoritas, serta menekan pandangan minoritas. Kaum minoritas akan cenderung DIAM (Silence), karena takut diisolisasi secara sosial. Namun teori ini juga menyatakan bahwa ketakutan individu terhadap isolasi tadi hanya terjadi pada kelompok masyarakat yg dianggap “kurang terdidik”, “irasional”, dan “tidak kritis” untuk mau mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggungjawab.
Jadi sobat Generaksi, mari kita sama-sama berani untuk berpendapat, karena pendapat mayoritas maupun minoritas sama-sama belum tentu benar. Namun tetap berpendapat secara bertanggung jawab yaa…

#generaksi#pemiludamai#persatuanindonesia#komikindonesia#bhinnekatunggaleka

GENERAKSI SMART 04 : PERSEPSI

Generaksi SMart 04

Walsh & Middleton dalam Samovar, et.al. di buku Komunikasi Lintas Budaya menyebutkan bahwa CARA PANDANG merupakan petunjuk yang menentukan seseorang ttg Dunia dan Bagaimana berperan dalam Dunia tersebut. CARA PANDANG setiap orang bisa berbeda, dipengaruhi BUDAYA dan KEPERCAYAAN yang membentuk karakter kita sehingga Opini dan Persepsi kita juga bisa beda. Tapi JANGAN Sampai Cara Pandang kita membentuk kita jadi manusia sombong karena mengganggap Cara Pandang kita paling benar! Pahami dan Terima Opini dan Persepsi orang lain dengan tidak menyerang kepribadian dan cara pandang nya.

#Budaya
#turnbackHoax
#SayNoBlackCampaign
#PemiluSehat
#savepemilu #jangangolput #bijakbermediasosial
#smartgeneration #generasibijak #generasiy

GENERAKSI SMART 03: JADILAH KRITIKUS & OPOSISI BIJAK

YSPB batch 03b3

Siaran Pers Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) pada 16 Maret 2019 menyatakan dari rilis MAFINDO bahwa jumlah HOAX yg berhasil didata dan diverifikasi sebagai HOAX sejak 2018 sampai Januari 2019 mencapai 997 HOAX dan 488 nya (49.94%) diantara nya bertema POLITIK. Ketua MAFINDO, Septiaji menyatakan bahwa masyarakat harus paham bahwa HOAKS berbahaya bagi masa depan bangsa, jg Masyarakat harus mampu memilah dan memilih berita mana yg benar dan keliru. Panggilan bagi siapa saja yg tak ingin negeri ini LARUT DALAM BENCANA INFORMASI AKIBAT HOAKS.

#generasibijak #generaksi #bijakbermediasosial #bijakberoposisi #pemiludamai #pemilu2019 #komikindonesia #indonesiancomics #cergam