01 Social Media Civil War

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
– SOEKARNO –

YSPB batch Mei 172

Walau berjasa dalam menjaga keamanan dunia, tim superhero The Avengers dinilai telah membahayakan publik. Banyak korban sipil berjatuhan selama mereka beraksi. Akibatnya The Avengers dituntut untuk tunduk dibawah pengawasan PBB. Tony Stark alias Ironman menyetujui tuntutan itu, namun Steve Rogers alias Captain Amerika menolak. Perbedaan sikap para pentolan The Avengers inilah yang mengakibatkan grup superhero itu terpecah. Kubu pendukung Steve berperang melawan kubu pendukung Stark. Itulah inti cerita dari film Captain America : Civil War(2016). Di akhir cerita, anggota tim The Avengers benar-benar terpecah. Padahal persatuan antar anggota Avengers sangat dibutuhkan untuk menghadapi musuh berbahaya seperti Thanos.
Secara bebas, Civil War bisa diterjemahkan sebagai “perang saudara”. Sebuah perang yang nggak seharusnya terjadi, karena yang jadi korban adalah saudara kita sendiri. Dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, sangat wajar jika penduduk Indonesia punya perbedaan pandangan politik. Mengacu pada pilpres 2019 lalu, fenomena “civil war” juga terasa di medsos. Walau bukan perang fisik, namun adu opini antar pendukung pasangan capres Jokowi – Amin, dan capres Prabowo – Sandi tetap terasa dampaknya. Fenomena ”civil war” yang sama sebenarnya telah terjadi sejak pilpres 2014 yang memuncul kan penyebutan istilah “kampret” bagi pendukung Prabowo – Hatta, dan “Kecebong” bagi pendukung Jokowi-JK.
Disadari atau nggak, nyebutin suatu individu/golongan dengan kata ganti binatang(kampret, kecebong) bisa dikategorikan sebagai olok-olok. Entah dari mana dan siapa yang memulainya, olok-olok tersebut sebenarnya nggak perlu terjadi. Ketimbang saling mencaci, masing-masing pendukung mestinya bisa adu argumentasi secara lebih elegan. Memang ada oknum-oknum dari kedua kubu yang bersikap secara nggak pantas(nyebarin hoaks, fitnah, hate speech), namun pendukung yang “waras” mestinya nggak perlu nanggapin dengan cara yang sama.
Paska pilpres 2014, polarisasi antar pendukung capres masih tetap berlangsung. Akankah hal ini terulang lagi paska pilpres 2019? Sampai kapankah para pendukung capres nomor 1 dan nomor 2 akan terus melakukan “social media civil war”? Mestinya setelah pesta demokrasi usai, kedua pendukung bisa menanggalkan atribut nomor 1 dan nomor 2, serta menggantinya dengan nomor 3, yaitu sila ke tiga dari Pancasila “Persatuan Indonesia”. Presiden dari pendukung yang menang akan menjadi presiden yang wajib mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, termasuk pendukung presiden yang kalah. Pihak yang kalah, tetap bisa beroposisi secara bermartabat untuk mengontrol kinerja pemerintahan. Dengan demikian, persatuan dan kesatuan kita akan lebih mudah dirajut. Jangan lakukan pada orang lain, apa yang engkau tak ingin orang lakukan kepadamu. Jangan beropini pada netizen lain dengan cara yang kamu nggak ingin netizen lakukan kepadamu.

“Don’t do unto others,
what you don’t want others to do unto you”

– CONFUCIUS –

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s